Ada seseorang memberi tahu aku bahawa, dulu jika untuk memberi maaf atas sesuatu yang betul melukakan, dia tidak pernah bisa. Dia lagi rela untuk berlalu dari situ meninggalkan si peminta maaf terkaku tanpa apa-apa bicara. Sehingga pada satu hari, tiba saat dia melukakan dan terus dia sadar juga rasa bersalah. Lantas tanpa ada apa-apa ucapan, orang yg terluka tersebut, cepat memberi maaf kepada dia. Sesaat itu dia tersentak lalu dia mengerti bahawa kemaafan itu sebenarnya cukup indah.
Kemudian ketika bicara, dia memberitahu aku supaya jika menyanyangi seseorang, jangan berikan seluruh rasa sayang itu kerna jika dia melukakan kita pasti sulit untuk memaafkan. Begitu juga rasa benci, jangan berikan seluruh rasa benci itu, kerna jika kita merasa kembali senang dengan dia maka tidak sulit untuk memaafkan dia kembali.
Semuanya berkisar berkenaan maaf. Tapi apa sebenarnya maaf itu. Aku perkirakan maaf itu sebenarnya adalah sesuatu yang hanya bisa di berikan setelah kita terluka di hati. Jika kita tidak terluka samada merasa marah atau benci, maka kemaafan itu tidak timbul sama sekali. Tapi yang ada hanyalah perasaan yang kosong. Jadi jika kamu tidak pernah merasa terluka, jgan pernah bicara mengenai kemaafan.
Maaf juga aku ertikan adalah satu perasaan yang timbul dari satu sudut hati. Dimana perasaan iu dengan rela juga pasrah menerima segala kesalahan yang di perbuat oleh manusia lain dengan rasa tenang lagi terbuka tanpa mengharap apa-apa balasan juga hasarat untuk membalas. Ia juga adalah sesuatu yang sukar untuk di dapati di dalam hati kecuali kita rajin untuk meneroka hati kita dengan iman juga amal.
Kita juga tidak akan merasa manisnya maaf itu jika kita tidak pernah melukakan. Hanya orang yang pernah melukakan seseorang lantas di beri maaf yang tahu betapa nikmatnya kemaafan itu. Pasti kemaafan itu seolahnya setitis air di tengah gurun. Cuma air apa aku tidak pasti. Terpulang.
Itu aku kira kemaafan sesama manusia. Tapi kemaafan yang paling agung lagi suci adalah kemaafan dari Allah kepada kita. Kita perolehnya hari-hari. Kerna hari-hari kita perbuat dosa, hari-hari kita memohon ampun kepadnya, juga hari-hari kita di maafin. Tapi, jangan terlalu pasti dengan rasa itu, takut kita terlalu leka hingga merasakan maaf itu adalah milik kita. Kita tidak pernah memiliki rasa maaf itu. Itu milik Allah dan Dia memberi kepada sesiap yang Dia kehendaki, jadi jaga amal kita. Dan aku berpesan keras kepada diri aku kerna aku ini adalah pendosa yang besar.
Kemaafan itu juga bersifat sementara. Hari ini kita bisa di maafkan, tapi pada masa hadapan ia belum pasti lagi milik kita. Ia adalah sesuatu yang sentiasa harus kita dapatkan. Sama ada melalui permohonan atau juga pemberian. Ia bisa hilang dari hati kita juga bisa muncul pada ketika kita merasa tidak perlu untuk itu.
Ia turut bersifat bersandar . Maknanya, jika kita berbuat salah, kita mungkin perlu meminta maaf kepada seseorang kemudian baru kita di maafkan oleh masyarkat atau lagi utama, Allah. Atau juga kita haru memberi maaf dahulu baru maaf itu bisa di berikan secar total kepada si peminta maaf.
Jika aku bercerita tentang maaf dalam hidup aku, sebenrnya aku pernah merasakan kesemuanya. Aku selalu memberi maaf juga selalu tidak. Aku selalu di beri maaf juga tidak. Ini kerna aku adalah seorang yang sukar untuk terluka tapi mudah untuk melukakan. Dan sampai saat ini aku merasakan yang aku ini masih lagi di bebani oleh kemaafan yang tidak di beri kepada aku. Aku merasa cukup terbeban. Aku tidak pasti bagaimana lagi aku harus meminta maaf. Dan aku masih merasa diri aku ini ialah si peminta maaf yang fakir.
Untuk itu, aku sekali lagi meminta maaf...
2 comments:
apa pendapat saudara tentang dendam??
nanti aku fikir..
kerna ku kira ku ini juga seorang pendendam
ehehe
Post a Comment