Ini perkara yang paling mudah, untuk hati dan akal bersila bersama, bersepakat dan seterus menggotong perkara itu dalam satu sikap yang manusia gelar – termenung.
Tidak banyak yang saya, kamu dan kita tahu atas sebab apa, saya, kamu dan kita untuk melepaskan masa kita untuk termenung. Ia sepertinya burung yang lepas dari sangkar, terbuang tanpa apa-apa maksud, tanpa peroleh apa-apa yang khusus. Sia-sia.
Seketika memikirkan perkara -termenung- seketika saya menjadi takut. Memberi konotasi gelap pada kata itu bererti saya ini seumpama kucing hitam yang duduk di sudut gelap kota dan sekadar melihat orang lain berusaha sambil berharap pada sisa tulang ikan yang masih ada isi.
Itu bukan tujuan saya, kamu dan kita. Saya, kamu dan kita adalah manusia yang perlu adil pada setiap perkara. Lalu pada kata -termenung- adakaha adil ia dikatakan satu hal gelap perlu disingkir jauh ke jurang Mariana?
Tidak dan tidak. Itu bukan kita dan jujurnya, pada saat ini saya masih termenung untuk mengerti apa itu termenung. Untuk itu, saya mengerti sesuatu berkenaan termenung. Ia umpama rumah yang kosong di tepi sebuah lebuh raya. Pada saat manusia-manusia yang gigih dan penuh daya usaha sudah lelah berjalan dan berusaha, mereka akan singgah dan meluruskan tubuh mereka di dalam rumah kosong itu. Rumah kosong yang memberikan mereka istirahat, rumah yang memberikan mereka waktu rehat.
Itulah termenung, ia umpama rumah rehat ghaib untuk manusia. Duduklah berlama-lama di situ dan tunggu pada saat tenaga dan idea itu kembali mengalir pada hati dan akal kita. Semakin lelah manusia, semakin lama dia berbaring di 'rumah rehat' ghaib.
Itu yang saya mahu beritahu, termenung ini untuk dimengerti dan bos, izinkan saya untuk termenung lagi. haha
1 comment:
Jalur fikir yang menarik! Cool:)
Post a Comment